Minggu, 04 November 2012

KEPRIBADIAN, MOTIVASI DALAM KESUKSESAN SEORANG ATLET


KEPRIBADIAN, MOTIVASI DALAM KESUKSESAN SEORANG ATLET

Kepribadian merupakan kesatuan sekumpulan jiwa yang tidak mudah untuk dilihat. Keribadian dapat dilihat melalui sikapnya seseorang memahami kepribadiannya sendiri, sikap terhadap orang lain, dan ketika menghadapi situasi yang ada. Sifat-sifat kepribadian perlu dipahami karena berhubungan langsung dengan sikap dan mental seorang atlit dalam menghadapi sebuah pertadingan. Kepribadian seorang atlet bisa terlihat pada saat bermain atau tampil dilapangan. Jika kepribadiannya seorang atlit memiliki kepribadian yang buruk maka saat bermain atlit ituakan bermain secara egois dan individualis serta tidak menunjung tinggi kebersamaan tim. Atlit yang baik adalah atlit yang taat terhadap peraturan yang berlaku. Pada umumnya pemain mengerti peraturan yang ada dan dapat menaati tapi sering kali mementingkan subyektifitas dari pada obyektifitas untuk meraih yang dia inginkan. Sikap sportif adalah sikap yang harus dijunjung tinggi oleh atlit. Motivasi ialah suatu keinginan yang besar yang diingikan seorang atlit untuk meraih impiannya. Misalnya atlit dapat mengembangkan skill yang dia miliki, mengikuti perlombaan dan berambisi untuk menang dan mencari kegembiraan dan persahabatan.
Seorang wasit sangat dibutuhkan dalam keputusan obyektif suatu pertandingan.  Keputusan wasit tidak bisa diganggu gugat walaupun itu benar atau salah jadi pemain harus tetap menghormati keputusan wasit. Tujuan atlit mentaati peraturan yang telah ditetapkan dalam suatu pertandingan untuk menggambarkan kepribadian pemain atau atlit tersebut. Sangat menyedihkan sekali jika pemain sudah menaati peraturan permainan dengan baik namun wasit malah berperilaku sebaliknya memberi keputusan tidak obyektif mungkin karena faktor uang. Menjadikan wasit tidak dapat dikatakan seorang yang adil. Satu pihak lagi yang harus mengerti akan peraturan permainan adalah penonton. Disitu penonton harus bersikap obyektif bukan subyektif mempercayakan pemain dan wasit.
Kesuksesan lain yang diperlukan oleh seorang atlit yaitu taktikal individu atlit. Taktikal individu atlit tertanam atau harus dimiliki oleh setiap atlit untuk melatih skill cabang olahraga yang dia tekuni. Untuk membentuk semua taktik itu atlit perlu bantuan seorang pelatih untuk membimbing. Disini pelatih harus bisa memahami kepribadian-kepribadian atlitnya dengan memahami keinginan atlit tersebut supaya terjadi kerjasama yang baik antara atlit dan pelatih.

Sumber :

Hakim, Lukmanul. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi taktikal individu atlet saat bertanding atau berlomba. http://umanhakim.blogspot.com/2011/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html diakses pada 3 oktober 2012


Psychodynamic



Psychodynamic
Pendekatan ini fokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali diciptakan oleh Sigmund Feud (1856-1939), seorang neurologist dari Austria. Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para pengguna sehingga mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Pendekatan psikodinamika memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas tenaga psikis yang berlangsung intra-individual dan transindividual. Psikodinamika berkaitan dengan struktur (yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan, drive, libido, instincts), gerakan (movement, action), pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development), serta tentang maksud dan tujuan fenomena-fenomena psikologik yang ada pada seseorang. Tujuan dari metode psikodinamik adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi).
Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke dunia ini. Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir), id juga mempunyai kekuatan berupa dorongan.Dorongan ini merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain instink bernapas, lapar, seks. Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga lebih kurang satu setengah tahun. Pada saat itu pula konsentrasi libido berada pada daerah mulut (menurut teori ini, konsentrasi libido akan berpindah-pindah sesuai dengan perkembangan psikoseksual anak serta daerah erogen pada fase perkembangan tersebut)7.      

Dalam perkembangannya, sebagian dari id akan mengalami diferensiasi menjadi ego. Ego terbentuk karena pertentangan antara id dengan lingkungan yang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhannya. Prinsip yang dianut oleh id yaitu pleasure principle, sedangkan ego menganut prinsip realitas, bahwa kebutuhan atau dorongan dapat ditunda sesuai dengan realitas yang ada. Konsentrasi libido selanjutnya bergerak dari mulut ke daerah anus (fase perkembangannya disebut sebagai fase anal) 7.
      Superego terbentuk dari hasil absorbsi dan pengambilan nilai-nilai norma dalam kultur, agama, hal-hal kebaikan yang ditanamkan oleh orang tua; jadi bukan merupakan diferensiasi dari id sebagaimana ego. Superego merupakan wakil orang tua dalam diri anak, yang mengingatkan akan hal-hal yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak. Terbentuk pada usia antara 3 hingga 5 atau 6 tahun. Pada saat ini konsentrasi libido terpusat pada daerah falus (fase perkembangannya disebut sebagai fase falik atau Oedipal) 7.

Ketiga elemen struktur  kepribadian tersebut saling berinteraksi, dengan kandungan energi psikis yang terdistribusi secara merata sesuai tingkat perkembangan individu. Bila terjadi konflik di antaranya, individu akan mengalami ketegangan, ketidakpuasan, kecemasan, dan atau gejala-gejala psikologik lain. Sebaliknya, bila seorang anak tidak pernah mengalami konflik sama sekali pun (disebut sebagai pemanjaan atau over indulgence), akan mengalami hal yang sama. Menurut Freud, konflik perlu dialami dalam batas tertentu agar seorang individu belajar menunda keinginan, menyadari realitas sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya nanti. Tetapi, kalau konflik yang dialami itu berlebihan dan berat derajatnya, maka perkembangan kepribadian individu tidak akan optimal; perkembangan itu akan terhambat karena ada sebagian energi psikis yang tertahan pada suatu fase perkembangan tertentu (disebut sebagai fiksasi), sehingga energi yang bergerak ke fase berikutnya akan berkurang jumlahnya. Bila pada suatu saat, misalnya pada fase selanjutnya atau setelah dewasa nantinya, individu mengalami suatu tekanan atau stresor psikososial yang relatif berat untuknya, ia dapat kembali ke fase perkembangan saat fiksasi itu dialami (disebut sebagai regresi). Cara-cara individu tersebut mengatasi stresor itupun biasanya sesuai dengan tingkat regresi yang dialaminya. Menurut Freud, psikopatologi akan timbul, bila konflik yang bermakna dialami oleh individu pada masa lima tahun pertama kehidupannya7

Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya.































DAFTAR PUSTAKA

Dwi Sartika, Suriana. 2011. Referat Jiwa Psychodynamic of Anxiety . http://surianadwisartika.blogspot.com/2011/11/referat-jiwa-psychodynamic-of-anxiety.html diakses pada tanggal 18/10/2012

TEORI BELAJAR SOSIAL (Social Learning Theory)


TEORI BELAJAR SOSIAL (Social Learning Theory)
Teori belajar social juga masyur dengan sebutan teori observational learning, ‘belajar observasional/ dengan pengamatan’ itu (Pressly & McCormick, 1995: 216) adalah sebuah teori belajar yang relative masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Teori ini dikemukakan oleh Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat. Teori Bandura berdasarkan tiga asumsi , yaitu:
  1. bahwa individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapan dalam membuat keputusan.
  2. ialah terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan factor-faktor pribadi
  3. ialah bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut social-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan social. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuain dengan keadaan dirinya atau tujuannya. Teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi.
Proses pembelajaran menurut Teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsure) yaitu : 1.Perilaku Model (contoh)
Individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan, dsb), maka perilaku itu akan ditiru.
2.Pengaruh Perilaku Model
Untuk memahami pegaruh perilaku model, maka perlu diketahui fungsi model itu sendiri, yaitu:
·       Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu
·       Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada
·       Memindahkan pola-pola perilaku yang baru.
3.Proses Internal Pelajar
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa meberikan ransangan kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi hubungkait antara ransangan dengan dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu-bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berpretise seperti penyanyi, pahlawan, bintang film dan sebagainya.
Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model, yaitu:
1.Live Model
Ialah model yang berasal dari kehidupan nyata, misalnya perilaku orang tua di rumah, perilaku guru, teman sebaya, atau perilaku yang dilihat sehari-hari di lingkungan.
2.Simbolic Model
Ialah model yang berasal dari suatu perumpamaan, misalnya dari cerita di buku, radio, TV, film atau dari berbagai peristiwa laiinya.
3.Verbal Description Model
Ialah model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal (kata-kata), misalnya petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti resep yang memberikan arahan bagaimana membuat satu masakan.
Proses peniruan model ini akan dipengaruhi oleh factor model itu sendiri dan kualitas individu. Model-model yang akan ditiru ditentukan oleh tiga factor:
1.Ciri-Ciri model
Yaitu model yang memiliki ciri-ciri yang bersesuaian dengan individu akan lebih mungkin ditiru disbanding dengan model yang kurang bersesuaian.
2.Nilai Prestise daripada Model
Ialah model yang memberikan prestise. Misalnya para penyanyi. Bintang film, pemimpin, orang terkenal, pahlawan, pakar, para juara, adalah contoh tokoh yang memiliki pretise tinggi, sehingga akan lebih mungkin dijadikan sebagai model untuk ditiru.
3.Peringkat Ganjaran Intrinsik
Artinya kualitas rasa kepuasan yang diperoleh dengan meniru suatu model.
Dalam kaitan dengan pengajaran di dalam kelas, guru hendaknya merupakan tokoh perilaku bagi siswa-siswanya. Proses kognitif siswa hendaknya mendapat perhatian dari guru, kemudian lingkungan hendaknya memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu siswa dalam mengembangkan perilaku pembelajaran. Guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa, terutama yang berkenaan dengan perbedaan individual, kesediaan, motivasi, dan proses kognitifnya. Hal lain yang harus diperhatikan ialah kecakapan siswa dalam pembelajaran untuk belajar, dan penyelesaian masalah dalam pengajaran. Proses pembelajaran hendaknya tidak terpisah dari lingkungan social, artinya apa yang dilakukan dalam pembelajaran dan pengajaran hendaknya memiliki keterkaitan dan padanan dengan kehidupan social yang nyata.
Dalam mengembangkan proses pengajaran yang efektif, teori ini menyarankan strategi sebagai berikut:
1.         mengidentifikasikan model-model perilaku yang akan digunakan dalam kelas
2.         mengembangkan perilaku yang memberikan nilai-nilai secara fungsional, dan memilih perilaku-perilaku model
3.         mengembangkan urutan atau peringkat proses pengajaran
4.         menerapkan aktifitas pengajaran dan membimbing aktifitas pembelajaran siswa dalam membentuk proses kognitif dan motorik.
Berikut proses pembelajaran yang penting dari Bandura yaitu:
1.Pembelajaran Observasional ( observational learning )
Adalah pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi, dan keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
2.Pembelajarang dengan Pengaturan Diri ( self-regulatory learning ) Terdiri atas pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan, dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran.





DAFTAR PUSTAKA
  • Santrock,John. Psikologi Pendidikan. 2009. penerbit: Salemba Humanika. Jakarta.
  • Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. 2003. penerbit:Gafindo. Jakarta
  • Surya. Psikologi Pembelajaran dan pengajaran. 2003. penerbit : Pustaka bani
  • Latief, Mutmainnah. 2012. Teori Belajar Sosial.
  • Bagus, Sihnu. 2002. Definisi Teori Belajar Sosial.
  • Sandra, Luciana. 2010. Teori Belajar Sosial.